Sistem adalah Bulat

Ketika saya mengikuti sebuah acara tentang sosialisasi GCG oleh BPKP, salah seorang penyaji menggambarkan sebuah proses siklus dalam penerapan GCG, dan kemudian memberikan pernyataan yang meng-gelitik telinga saya. Penyaji menggambarkan bahwa siklus tersebut bulat, dan karena bulat berarti sistem.

Bulat berarti Sistem

Sebuah pernyataan yang menarik, karena salah satu cara menguji sebuah “kelompok” adalah sistem, dan bukan hanya kumpulan komponen adalah dengan melihat apakah ada siklus umpan balik. Bentuk penggambaran umpan balik berupa lingkaran . Lingkaran adalah bulat. Cara menggambarkan siklus memang biasanya dengan bulatan. 

Jadi apakah berarti bulat memang sistemik? Secara logika memang bisa diterima bahwa bulat bisa menunjukkan prediksi awal bahwa terjadi kondisi sistemik, terutama pada sistem-sistem sederhana yang hanya memiliki 1 “bulat”an – 1 causal loop, tetapi untuk mengatakan bahwa memang terjadi gejala sistemik perlu ditelaah lebih dalam.

Ha ini karena kata siklus berkonotasi kepada reinforcing loop, yaitu umpan balik yang terus menerus bertambah, bisa bertambah naik atau turun, bertambah tinggi atau rendah. Persepsi siklus biasanya tidak menggambarkan balancing loop, umpan balik yang menyeimbangkan yang menahan sehingga “siklus” tidak terus menerus bertambah. Padahal ciri ini juga penting dalam memahami gejala sistemik dari sebuah sistem. Kita perlu memahami keduanya.

2 komentar pada “Sistem adalah Bulat”

  1. Saya 100% setuju pak kalau kondisi sistemik itu juga dilihat dari (potensi) feedback dari entity dalam sistemnya, bukan hanya dari profile salah satu pembentuk sistem itu.. Saya memberikan tanda “( )” pada potensi karena dalam kondisi yang tidak dapat diprediksi kita sering tidak bisa melihat apa feedback nya secara langsung..

    Suatu kondisi sistemik itu bukan saja didasarkan dari kondisi si entity nya yang sistemik, tapi juga dari feedback sistem secara keseluruhan..

    Bantu ngejelasin ke bapak2 anggota Dewan yang terhormat dong Pak… hehehehe

    1. Maksud kamu soal century yaa?
      Perdebatan century seperti kita mencoba berargumentasi berdasarkan data saja, padahal permasalahannya pada saat itu tidak mungkin diselesaikan hanya berbasis data, karena ada unsur manusia disitu. Bahkan unsur data (besarnya aset century, prosentase kekuatan, besarnya bantuan) tidak bisa dipakai sebagai patokan pengambilan keputusan karena ada unsur manusia (publik) yang tidak bisa diprediksi reaksinya, maka kompleksitas sistem menjadi meningkat. (begitu unsur manusia masuk, maka sistem cenderung menjadi kompleks, dalam soft system methodology bahkan dikenal sebagai HAS – human activity system).

      Pada kondisi seperti ini manusia akan cenderung myopis dan memberikan bobot lebih besar pada pengalaman yang terakhir, yaitu kasus penarikan dana besar-besaran seperti di akhir tahun 90-an.

      Yang aku khawatirkan adalah timbulnya efek delay pada masa yang akan datang, akibat keraguan-raguan terhadap pengambilan keputusan karena takut melanggar hukum. Mirip dengan efek negatif pemberantasan korupsi, yaitu pembangunan menjadi melambat karena banyak proyek melambat karena tidak banyak orang PNS mau jadi panitia pengadaan. Lha wong yang udah benar prosesnya aja masih bisa salah kok.
      Delay dalam sistem dinamis dikenal menjadi salah satu sumber dinamika, yang biasanya osilasi yang hebat (inget beer game kita?)

      Semoga sih tidak terjadi yaa, bisa kacau masa depan kita kalau pengambil keputusan takut mengambil keputusan, walaupun keputusan itu benar.

Tinggalkan Balasan ke Bhayu Purnomo Batalkan balasan