Sistem harus memiliki Umpan Balik

Di berbagai workshop dan seminar yang saya ikuti, saya sering mendengar bahwa sebuah institusi mengklaim telah menciptakan sebuah sistem ini, sistem itu, yang lebih baik dari sebelumnya. Ada juga yang mengklam bahwa sebelumnya tidak ada sistemnya, sehingga sekarang dengan adanya sistem yang baru dirancang maka akan lebih tertata dst.

Namun yang menarik buat saya dari konsep, rancangan, atau akhirnya di implementasi, sistem tersebut tidak memuat adanya sub-sistem umpan balik. Umpan balik adalah sub-sistem yang seringkali lupa merupakan bagian penting dan memang seharusnya ada dalam sistem. Definisi sistem klasik adalah input proses output umpan-balik. Sehingga ketika sebuah klaim sistem dilakukan, namun ternyata tidak memiliki sub-sistem umpan balik, maka seharusnya tidak bisa diklaim sebagai sistem

Lanjutkan membaca “Sistem harus memiliki Umpan Balik”

Kompleksitas Baru akibat Media Sosial: Pahami Konteks

Ketidakpastian adalah sebuah kondisi yang tidak menyenangkan. Ketidakpastian juga membuat permasalahan menjadi kompleks dan sulit dalam mengambil sebuah keputusan.

Biasanya sesuatu hal menjadi tidak pasti karena terbatasnya informasi yang kita miliki. Namun yang menarik dalam dewasa ini ketidakpastian malah timbul dengan semakin banyaknya informasi yang mengalir melalui saluran media sosial.

Artikel ini merupakan bagian dari 3 artikel yang mencoba melihat bagaimana prinsip sistem bisa digunakan untuk mengatasi hal ini. Pemerintah telah menuju arah yang tepat, namun sayangnya metode dan cara yang dilakukan terlalu berorientasi pada jangka pendek, padahal permasalahan kompleks membutuhkan solusi jangka panjang.

Menggunakan prinsip dan pemahaman tentang sistem, maka beberapa hal yang dapat anda lakukan dalam kacamata berpikir sistem:

  1. Pahami konteks
  2. Hentikan Aliran Informasi Negatif
  3. Perkuat Struktur yang Baik

 

PahamiĀ konteks

Konteks dibangun oleh kesementaraan. Kesementaraan dibangun oleh dimensi dimana permasalahan timbul, apakah dimensi geografis ruang permasalahan, dimensi waktu (masa kini, lampau dan depan), dimensi kepentingan (berdasarkan aktor) dan dimensi skala (sedetail apa anda melihat permasalahannya). Setiap permasalahan pasti memiliki konteks yang multi-dimensi.

Seringkali konteks tidak mudah kita pahami karena penyebab bisa berbeda ruang dan waktu terhadap masalahnya. Banjir di Jakarta, akibat hujan lebat di daerah lain dan butuh waktu 3 jam untuk sampai di Jakarta. Genangan di Jakarta, akibat sampah di drainase yang menumpuk akibat buang sampah sembarangan di musim kemarau dan yang membuang berada di Hulu sungai, sedangkan genangan timbul di hilir.

Konteks juga berlaku untuk akibat, apa yang anda putuskan dan lakukan akan mempengaruhi konteks. Ketika kita meneruskan berita yang tidak sepenuhnya kita analisa kebenaran, sumber dan dampaknya, maka kita menciptakan konteks dari permasalahan kepada teman-teman kita. Jika proses ini berulang kepada yang lain, maka teman kita membaca berita tersebut akan berpikir bahwa lho ternyata teman-teman saya kok mikir seperti ini, terciptalah efek bola salju yang bisa berbahaya.

Bagi anda yang perenang, melawan arus lebih melelahkan daripada mengikuti arus. Terkadang anda bahkan hanya perlu mengembangkan saja. Namun mengikuti arus berarti anda melepaskan pilihan, dan berarti pula anda setuju dengan muara arus tersebut. Ketika Anda setuju, yaa berarti jangan protes ketika hasilnya tidak sesuai yang anda harapkan. Tapi saya maunya sebenarnya cuma itu, tapi ada tambahan hal negatif ini itu yang tidak saya mau. Lha ya memangnya ada di dunia ini yang se ideal sorga? Tanggung jawab dari setiap keputusan adalah sebuah kedewasaan berpikir. Mungkin itu mengapa kok Gus Dur pernah bilang Taman Kanak-kanak untuk politisi Indonesia.

Jadi Pahami Konteks, Putuskan apakah anda ingin terbawa arus atau tidak, SADARI semua keputusan anda memiliki dampak walaupun kecil terdapat sistem yang lebih besar