Ciri-ciri Berpikir Sistem: Ada batas. Cari dan pahami batas

Sistem selalu memiliki batas (boundaries). Ada batas yang secara fisik mudah dilihat dan ada batas non-fisik yang tidak terlihat atau tidak bisa kita rasakan keberadaannya. Ruangan anda memiliki batas fisik: tembok, jendela, pintu, lantai, atap. Pikiran anda memiliki batas non-fisik: batas antara apa yang anda tahu dan anda tidak ketahui, batas antara apa yang anda ingin tahu dan anda tidak ingin tahu.

Di organisasi juga ada batas mirip dengan batas pribadi anda diatas. Kantor adalah batas fisik. Pelanggan yang dilayani organisasi ada didalam batas pelayanan organisasi. Lanjutkan membaca “Ciri-ciri Berpikir Sistem: Ada batas. Cari dan pahami batas”

Inovasi dan Teknologi

Ketika saya mendapatkan tugas untuk mengelola sebuah kuliah wajib baru: Manajemen Teknologi, maka saya menjadi teringat kebingungan yang terjadi ketika saya pernah mengambil kuliah yang sama di S2 saya yang berjudul managing innovation and technology. Kebingungan tersebut adalah tentang arti dari inovasi: Apakah inovasi dan penemuan sama (innovation vs invention)? Bagaimana ruang lingkup dan hubungan antara inovasi dan teknologi? Terutama karena ternyata di internet atau judul buku textbook, ada manajemen inovasi sendiri dan manajemen teknologi sendiri, dan ada yang menggabungkannya. Jadi bagaimana? Untung akhirnya saya bisa mendapatkan jawabannya dan akan saya share disini.

Tips utama yang harus anda perhatikan adalah bahwa semua kata-kata ini mirip dan perlu anda lihat dalam konteksnya. Dan penggunaan kedua kata ini di surat kabar dan media merancukan arti dari keduanya, karena media terkadang suka mengambil kata-kata ini tergantung kebutuhan “pasar” (headline mana yang laku), jadi jangan dibuat bingung oleh arti “pasa” ini.

Lanjutkan membaca “Inovasi dan Teknologi”

Tentang Kompetensi Soft-skills Lulusan Teknik Industri (Apa itu Soft Skills?)

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan sebuah hal yang sedang diketengahkan dewasa ini sebagai akibat UU Sistem Pendidikan Nasional yang mensyaratkan bahwa sebuah program pendidikan harus mengacu kepada standar ini.

SKL secara tidak langsung meminta pendidikan tinggi untuk market-oriented, karena konsep kompetensi merupakan sesuatu hal yang sebenarnya didorong oleh kebutuhan industri di lapangan. Sehingga dalam tulisan ini kita tidak akan melakukan perdebatan klasik tentang apakah pendidikan tinggi market-oriented atau research-oriented atau jika kedua-duanya mungkin.

Yang menarik mengikuti proses penentuan SKL ini untuk teknik industri adalah ketika ada tahapan untuk melakukan visitasi ke Industri untuk mendapatkan masukan tentang lulusan teknik industri yang telah bekerja, permasalahan yang klasik muncul kembali, yaitu soft-skills.

Seluruh industri secara relatif memandang untuk perguruan tinggi (terutama di Jawa) mereka tidak memiliki masalah dalam kompetensi teknis, tetapi dari sisi kompetensi non-teknis mereka tetap mendapatkan masih banyak kelemahan yang sering disebut sebagai soft-skills.

Apa sebenarnya soft-skills? Di Teknik Industri UI ada sebuah mata kuliah pilihan Keterampilan Interpersonal, yang ketika disusun konten dari perkuliahan ini, timbul pertanyaan ini. Akhirnya kita membagi 2 softskills, yaitu personal skills dan interpersonal skills.

Personal Skills merupakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri menjadi lebih baik. Ini lebih ke arah self development yang mencakup personal time management, problem solving skills, research skills, kreativitas, learning capability (learn to learn … effectively), Team Thinks (kemampuan untuk berpikir sebagai bagian dari tim)

Interpersonal Skills merupakan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan dengan orang lain, baik orang lain secara individu (one to one) atau sebagai audiens (one to many). Ini yang mencakup negosiasi, interview, sikap dan penampilan yang sesuai dengan situasi, listening skills, public speaking and presentation, effective meetings, writing reports and proposals, project management, working with teams, and etc.

Kenapa ada 7 Tools of Quality & 7 New Tools of Quality?

7 Tools of Quality dan 7 New Tools of Quality merupakan kumpulan alat-alat yang dipakai dalam manajemen kualitas yang biasanya digunakan bagi yang menerapkan metodologi 7 Steps of Quality Improvement (jadi 7-7-7), seperti jenis pesawat penumpang merk Boeing. Di Indonesia, dikenal istilah TULTA (Tujuh Langkah Tujuh Alat)

Sebenarnya pengelompokan ini beraneka ragam, untuk metodologi Six Sigma, pengelompokan alat dikenal 2 kelompok, basic statistical tools dan advanced statistical tools. Dalam kelompok-kelompok tersebut juga terdapat 7 tools of quality dan 7 new tools of quality, hanya terkadang diberi nama berbeda. Dalam buku Quality Toolbox yang dikeluarkan oleh ASQ, diidentifikasi lebih dari 100 tools yang bisa digunakan untuk melakukan peningkatan kualitas.

Konsep alat (tools) adalah membantu langkah-langkah penerapan metodologi, jadi ketika anda sedang melakukan urutan langkat tertentu, apa yang anda butuhkan dapat disediakan dari hasil sebuah alat atau kombinasi beberapa alat.

Bayangkan anda ingin membuat sebuah lemari kayu langsung dari pohon didekat rumah anda. Anda tentunya merencanakan terlebih dahulu langkah-langkah yang harus dilakukan. Misalnya kita sederhanakan menjadi 3 langkah utama (1) desain lemari kayu (2) mendapatkan bahan dan material setengah jadi (3) merakit lemari kayu. Langkah (1) desain lemari kayu, tentunya anda perlu tahu untuk apa lemari tersebut, sehingga anda bisa saja menggunakan check-sheet, questionnaire, focus group discussion untuk mendapatkan dasar desain lemari kayu tersebut. Anda juga akan butuh meteran, pensil, dsb untuk membuat gambarnya. Langkah (2) anda membutuhkan tali, gergaji, kapak, dsb untuk mendapatkan kayu papan dan bentuk kayu lainnya untuk membuat lemari. Langkah (3) anda butuh palu, kuas dsb untuk menyelesaikan lemari kayu tersebut.

Lanjutkan membaca “Kenapa ada 7 Tools of Quality & 7 New Tools of Quality?”

Membumikan Buku Manajemen

Sebagai penggila buku yang suka melahap buku, saya baru saja mengambil kesimpulan bahwa buku-buku tentang manajemen sebenarnya bisa dikategorikan kedalam salah satu atau beberapa kombinasi dari 4 hal: Alat (Tools), Metodologi (Methods), Konsep (Concepts), Model

Pembagian ini saya anggap mampu mendeskripsikan buku-buku manajemen yang ada serta membantu saya untuk lebih memahaminya dan menetapkan eskpektasi dari buku tersebut. Pada aspek yang lain, bagi anda yang sedang mencari solusi dari permasalahan yang anda dapati di dunia bekerja maka pastikan anda mendapatkan buku yang tepat.

1. Alat – Tools

Buku yang membahas hal ini menawarkan satu atau beberapa alat yang bisa membantu kita melakukan sesuatu hal yang spesifik dan fokus. Jika anda mencari bagaimana menilai kinerja bawahan anda misalnya, maka buku tentang alat ini memberikan solusi yang bisa langsung anda terapkan.

2. Metodologi – Methods

Buku yang membahas tentang langkah per langkah (step by step) yang sebaiknya anda lakukan ketika anda ingin memecahkan suatu permasalahan atau melakukan suatu perbaikan.

3. Konsep – Concepts, Approaches

Buku yang membahas tentang sebuah konsep atau pendekatan yang baru dan mencerahkan (enlightment) melalui sebuah argumentasi yang logis. Bisa saja pendekatannya tidak baru tetapi cara untuk berargumentasinya lebih bisa diterima misalnya karena menggunakan contoh kasus industri yang serupa atau industri lokal dibandingkan industri negara lain.

4. Model

Model lebih berupa rujukan. Buku yang membahas model menjabarkan tentang sebuah rujukan organisasi yang menurut penulisnya berhasil mencapai prestasi yang ingin dicapai pula oleh organisasi kita. Secara pribadi individu, buku seperti ini mirip dengan buku otobiografi orang-orang besar dan terkenal, kita membacanya karena ingin tahu bagaimana mereka menjalani kehidupannya dan menjadi panutan bagi kita.  Dalam konsep organisasi ini diterjemahkan sebagai gap analysis yaitu apa beda kita dengan organisasi rujukan, dan perbedaan itulah yang menjadi titik tolak perbaikan. Kita sering bingung kalau sudah dihadapkan dengan begitu banyaknya permasalahan organisasi: mulai dari mana? bagaimana caranya? apa yang harus dipersiapkan? dsb. Konsep Model membantu kita menjawab pertanyaan ini.

Kembali saya ingatkan, bahwa buku-buku bisa saja membahas kombinasi dari beberapa hal diatas. Pembagian ini hanyalah untuk memudahkan mendapatkan apa yang sebenarnya anda cari dari buku tersebut

Membumikan Konsep Transparansi di Pemerintahan

Transparansi adalah sebuah kata yang selalu menjadi dambaan publik jika kita lihat di media massa saat ini, tetapi seperti segala hal yang merupakan dambaan manusia biasanya memiliki wujud yang abstrak atau tidak jelas. Diskusi mengenai hal ini dengan kawan-kawan dimulai beberapa tahun yang lalu ketika mendesain proses perencanaan di Ibukota Jakarta. Salah satu hal yang ingin diintegrasikan dalam proses perancangan adalah bagaimana membuat sistem ini menjadi transparan sesuai dengan prinsip 10 Good Governance.  Tetapi ketika dicoba untuk dicari user requirementnya (daftar kebutuhan pengguna) sebagai basis validasi perancangan timbul kesulitan bagaimana mendefinisikannya, pertanyaan muncul: bagaimana sih wujud transparansi itu? apa ciri-ciri transparansi? apakah transparansi berarti telanjang?

Kata transparan menunjukkan bukan telanjang bulat yang diminta (dan bagi kaum lelaki terkadang transparan lebih menggoda). Selalu tetap ada batasan tentang apa yang bisa diketahui publik dan sebaiknya tidak diketahui publik. Dalam dunia swasta, perusahaan terbuka (Tbk.) yang dituntut untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang sahamnya, tentunya tidak akan menguraikan rencana strategi kompetitifnya. Hal ini akan membuat rencana itu diketahui pesaing sehingga akan mengurangi kapabilitas untuk meningkatkan keuntungan (yang diminta oleh pemegang saham).

Tetapi seperti kebiasaan bangsa Indonesia yang selalu suka yang abu-abu dan tidak jelas, maka perdebatan terkadang terjadi karena ada yang memandang abu-abu gelap dan ada yang memandang abu-abu terang – dan keduanya benar karena abu-abu. Seharusnya ada lembaga publik atau otoritas yang ditunjuk dan berani untuk membuat sebuah kriteria yang jelas untuk segala hal yang abu-abu ini, sehingga perdebatan tidak selalu meluas.

Setelah melalui perdebatan panjang di tim kerja, diputuskan untuk membagi konsep transparansi kepada 2 hal yaitu transparansi proses dan transparansi produk.

Transparansi proses berarti publik berhak mendapatkan akses untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah sebuah kebijakan dibuat dan siapa yang berperan setiap langkah tersebut.

Transparansi proses memberikan gambaran kepada publik pada titik mana saat ini pembahasan tengah dilakukan. Publik dapat meminta untuk berperan dalam beberapa langkah baik secara langsung maupun melalui keterwakilan (tentunya tidak semua langkah) baik ketika proses dirancang (ketika UU dibuat, Perda atau peraturan hukum lainnya).

Apakah dengan memiliki sebuah langkah dalam membuka akses untuk memberikan masukan dari publik berarti sudah transparan? Konsep ini sangat populer, karena seperti sebuah bukti yang otentik bahwa pemerintah telah terbuka kepada kritik. Tetapi pengalaman mengamati sms center untuk seorang kandidat pemimpin daerah ternyata sebagian besar sms berisikan hal yang sama sekali tidak relevan, seperti minta sepeda motor, minta nama untuk anak yang akan lahir dsb. Konsep ini jarang memberikan kritik yang memang bisa untuk diimplementasikan dalam memperbaiki konten dari produk.

Transparani proses juga memberikan ketegasan dan kejelasan kepada publik apa yang bisa dilakukan ketika sebuah langkah sedang terjadi atau telah dilewati. Sebagai contoh, percuma anda mengkritisi eksekutif tentang anggaran ketika langkahnya sudah didalam proses pembahasan legislatif, kewenangan perubahan telah berpindah.

Transparansi produk berarti hasil dari proses harus langsung menjadi sebuah dokumen publik dan memastikan bahwa aksesibilitas dari publik terhadap produk tidak terhambat. Sering terdengar bahwa dokumen anggaran menjadi “langka” sehingga untuk mendapatkan akses harus dengan memberikan semacam apresiasi. Suatu hal yang tidak masuk diakal ketika prosesnya dibiayai oleh pajak publik dimana produknya adalah untuk mengatur pengeluaran yang dibiayai lagi oleh publik. Singkatnya subyek dan obyeknya adalah menggunakan daya publik, tetapi publik tidak memiliki akses mudah untuk membacanya, bahkan diperjualbelikan.

Kita belum memiliki undang-undang keterbukaan informasi sehingga pemerintah memang tidak diwajibkan untuk membuka dokumen yang prosesnya dibiayai oleh publik. Memang tidak semua dokumen harus dibuka, terutama yang dikategorikan rahasia negara tetap harus dirahasiakan. Tetapi yang penting, refleksi dari membaca UU sejenis di AS, ada sebuah proses dimana pengadilan negara dapat memutuskan apakah dokumen tersebut bisa dibuka atau tidak, seluruhnya atau sebagian.

Proses yang sederhana adalah semua dokumen publik harus diletakkan di semua perpustakaan negara, daerah, universitas, website negara dan sebagainya. Bahkan jika perlu semua kantor negara dan daerah wajib memiliki perpustakaan kecil untuk menyimpan dokumen publik ini.

Operational Excellence (Operasional Unggul)

Saat ini sedang beredar sebuah kosa kata baru yang dikenal sebagai operations/operational excellence. Kosa kata ini memang dipopulerkan terutama oleh perusahaan konsultasi. Tetapi apa dan bagaimana sebenarnya operation excellence? Perlu diketahui memang IIE (Institute of Industrial Engineering) sendiri memiliki satu konferensi tahunan yang sejak beberapa tahun terakhir diberi nama dengan operation excellence, sebagai pengembangan dari lean conference. (please visit www.iienet.org)

Kata efisiensi dan efektivitas merupakan 2 kata yang selalu menjadi idaman seluruh manajer operasi didunia. Sebuah operasional yang dikatakan efisien dan efektif akan tidak memiliki sumber daya yang terbuang atau tidak terpakai didalam setiap operasinya. Untuk itulah operation excellence dianggap merupakan pengembangan dari konsep lean management (manajemen ramping-sehat), karena tidak adanya waste (sisa) yang tidak berguna.

Bedanya apa dengan lean? Dari skala dan kekuatan sinkronisasi antar element. Lean berfokus kepada kegiatan (proyek) yang mencoba untuk mendapat titik efisiensi tertinggi (skala mikro) sedangkan operation excellence berbicara kepada skala makro yaitu tidak hanya berfokus kepada proyek-proyek tetapi menghubungan secara rantai kontribusi satu proyek terhadap keseluruhan mata nilai yang memberikan nilai (whole value added process).

Apakah berarti jika seluruh proyek lean di perusahaan dikumpulkan maka kita bisa menyebutnya sebagai operation excellence? seharusnya tidak, karena konsep operational excellence memiliki unsur “breakdown” yaitu dari suatu target dibagi-bagi menjadi proyek-proyek efisiensi yang saling berkaitan dan “top-down” bahwa proyek-proyek yang diusulkan memiliki korelasi terhadap target operational excellence.

Apakah operation excellence harus menggunakan lean approach? Ya dan tidak. Anda harus memahami dahulu konsep value adding chain yang notabene sangat ditekankan di Lean Management, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa tentunya sangat naif bagi kita untuk berfikir bahwa untuk memperbaiki atau meningkatkan sesuatu hanya ada satu pendekatan saja. Six Sigma, 7 Steps of QI, Human Factors Improvement yang merupakan ilmu yang diajarkan di Teknik Industri tentunya juga bisa berkontribusi terhadap operation excellence.

Apa hubungan operation excellence dengan world-class operations? Saya tidak tahu, tetapi menurut saya keduanya sebenarnya adalah barang yang sama hanya operation excellence bicara proses, sedangkan world-class operations bicara tentang tujuan/target. Tahun 90-an kita dibombardir dengan istilah world class service, world class operations, world class manufacturing, tetapi ketika dijabarkan ternyata memiliki banyak sekali versi tergantung dari penulisnya. Secara umum, semua versi bicara tentang ciri-ciri sebuah world class company untuk menginspirasi organisasi “biasa” untuk mencapainya.