Dalam beberapa waktu terakhir, banyak diskusi yang timbul dan menyinggung mengapa kok lab kami tidak menyusun model yang bisa membantu memprediksi berbagai macam dampak kebijakan dari pencegahan pandemic corvid-19, seperti lock-down, pembatasan, social distancing dsb di Indonesia. Kami sudah berdiskusi berat tentang hal ini yang mempertimbangkan beberapa hal berikut:
- berbagai kemungkinan pertanyaan kebijakan terhadap dampak (apakah berat di sisi ekonomi, epidemiologis, dst)
- alternatif jawaban awal dari pertanyaan kebijakan sebagai tujuan dari model
- pendekatan pemodelan, simulasi dan skenario yang bisa dilakukan (heuristik, stochastic, system dynamics dan agent based modeling),
- kebutuhan data akurat dan tervalidasi untuk membangun model tersebut,
- kebutuhan asumsi logis untuk mengisi ketidak-tersediaan data (yang merupakan masalah pemodelan klasik di Indonesia),
- siapa saja pakar yang seharusnya bergabung didalam tim pemodelan karena ini mencakup masalah urbanisasi, epidemiologis, manajemen rumah sakit (kapasitas penyembuhan), politik, ekonomi, industri kesehatan dan pakar-pakar lainnya.
- waktu pengembangan untuk menghasilkan model yang purposeful menjawab pertanyaan kebijakan tersebut,
Tentunya para rekan yang meminta, juga menunjukkan berbagai model “ilustrasi” yang diberikan di berbagai media yang menurut mereka seharusnya kami bisa menyusunnya dalam konteks Indonesia. Tentunya kami bisa, namun model-model tersebut adalah model ilustrasi, yaitu sebuah model berbasis kepada data dan asumsi umum dengan tujuan mengedukasi, bukan untuk menjawab kebutuhan kebijakan. Sebuah model untuk menjawab kebutuhan kebijakan tidak hanya berdasarkan edukasi, namun juga harus berdasarkan data yang kuat. Mengapa? Karena seharusnya, sebuah kebijakan diambil berdasarkan asumsi logis dan data yang timbul, jangan karena politik dan emosi.
Lanjutkan membaca “Pemodelan Pandemic: Kebutuhan Ilustrasi atau Kebijakan”