Berlomba berbeda dengan bertanding. Dalam bertanding ukurannya adalah menang dan kalah. Sedangkan dalam berlomba ukurannya adalah apakah kita sudah bisa lebih baik dari sebelumnya, dan ini lebih penting. Berlomba juga memberikan gambaran dimana kah posisi kita saat ini relatif dengan yang lain, sehingga kita terpacu untuk bisa semakin membaik nantinya. Kita juga bisa mencontoh disiplin dan cara bagaimana yang lain yang lebih baik dari diri kita. Dan konsep ini dalam manajemen kualitas disebut sebagai sebuah proses benchmarking.
Benchmark diterjemahkan secara harfiah adalah tanda (mark) berbentuk bench (kursi atau bangku) yang artinya terlihat dengan jelas untuk dijadikan patokan dimana posisi kita saat ini. Kalau anda masih sempat jalan darat ke kota-kota di Indonesia, terutama di jawa, maka biasanya akan ada patokan jarak ke kota berikutnya yang berbentuk cetakan beton atau semen berbentuk mirip kursi. Itulah mengapa benchmarking diterjemahkan sebagai patok duga (bukan sekedar dialih bahasakan menjadi kursi penanda).
Benchmark tidak utk menang kalah tapi untuk mengetahui posisi kita dan apa yangbisa kembangkan dari organisasi kita . Benchmarking juga tidak harus pada industri yang sama, bisa berbeda tapi memiliki kesamaan proses atau bagian tertentu. Misalnya anda di bisnis perawatan alat berat, maka benchmarking bisa dilakukan ke bisnis perawatan pesawat terbang yang memiliki keketatan standar international yang jauh lebih ketat.
Berlomba jadinya bisa dikatakan sebagai bertanding dengan diri sendiri. Dan kalau kita bertanding dengan diri sendiri, maka kita bisa menang dan kalah sekaligus. Namun ketika kita memutuskan untuk untuk mulai berlomba kita sebenarnya sudah menang. Kita menang karena mengalahkan ketakutan untuk tahu bahwa kita mungkin saja tidak lebih baik dari banyak orang. Kita memulai masuk ke dunia baru improvement yang bisa jadi tidak pasti ujungnya kemana, yang berarti bisa saja akan kalah. Tapi kan kalahnya untuk lebih baik.
Tapi jika memang menang dibandingkan orang lain masih penting buat anda, paling tidak anda sudah menang dibandingkan dengan yang tidak ikut berlomba.
Jadi intinya adalah yang terpenting apa perbaikan berikutnya? What’s the next improvement?

Selamat Pagi, Pak. Mhn maaf sblmnya, saya menuliskan pertanyaan saya di kolom komentar dalam postingan ini yg sebenarnya tdk ada kaitannya dgn pertanyaan saya hehe.
Saya siswi kls 3 SMA di salah satu SMA negeri di Jakarta. Cita – cita saya sdh jelas ingin jd apa kelak yakni ingin jd pengusaha yg memiliki usaha di berbagai sektor seperti telekomunikasi, agrobisnis, perbankan syariah, asuransi syariah, media, airline, dll. Namun jujur saja, saya bingung ingin melanjutkan pendidikan ke mana.
Ada yg bilang kalo mau jd pengusaha masuklah teknik industri krn cakupan ilmunya lebih luas dan “anak manajemen blm tentu menguasai ilmu yg dipelajari di teknik industri” tetapi “anak teknik industri sdh pasti menguasai ilmu manajemen”. Tapi ada jg yg bilang kalo mau punya bisnis perbankan syari’ah masuklah jurusan ilmu ekonomi islam & bisnis islam di UI misalnya, krn sulit utk mahasiswa dari jurusan lain mengerti ttg perbankan apalagi perbankan syari’ah jika tdk mengambil jurusan terkait.
Mnrt Bapak, jurusan apa yg paling tepat yg hrs saya ambil utk menyokong cita – cita saya tsb? Teknik Industri, Manajemen atau Ekonomi Islam & Bisnis Islam? Atau mungkin ada jurusan lain yg dpt Bapak referensikan pd saya? Mhn bantuannya ya, Pak, krn saya benar – benar bingung :(. Terima kasih bnyk sblmnya, mhn maaf jika mengganggu :D. Salam hormat.
Saya pribadi menyarankan kamu untuk mengambil teknik industri secara keilmuan untuk berusaha, karena seluruh bekal untuk mengoperasionalkan sebuah usaha ada di Teknik Industri, yang sering disebut sebagai 5M man money machine material methods. kamu akan sangat mengerti tentang proses bisnis.
Tentang syariah dan sebagainya, menurut saya adalah sesuatu hal yang bersifat makro, artinya kalau kamu ingin belajar tentang investasi, pasar uang, dan kebijakan ekonomi yang islami. jadi tingkatnya makro bukan mikro yang bersifat operasional.
Namun semua teman entrepreneur saya setuju bahwa knowledge helps, tapi untuk menjadi seorang entrepreneur kamu harus membentuk suatu karakter khas. Karakter ini dibangun dari lingkungan, baik keluarga atau kampus. Carilah kampus yang memiliki entrepreneurship program, yang mahasiswanya aktif ikut kompetisi bisnis dan lainlain. Cari komunitas di sekitar kampus yang bisa menjadi lingkungan pendukung buat menjaga semangat kamu untuk menjadi entrepreneur.