Bisa bukan berarti Boleh

“Menikmati” perjalanan pagi ke kampus beberapa hari yang lalu, saya dihujani oleh pemandangan yang “asyik” dari para pengemudi kendaraan bermotor yang memasuki jalur busway (atau bahasa aslinya dedicated buslane), saya jadi bertanya-tanya, kenapa yaa kok mereka melakukannya?

Sebelumnya perkenalkan prinsip saya dulu, saya punya prinsip pribadi yang mengatakan kalau orang berbuat salah, maka yang pertama kali yang harus saya cari tahu penyebabnya adalah kenapa sistemnya “membiarkan” dia salah, bukan menyalahkan pribadinya terlebih dahulu.

Nah, saya baru sadar bahwa konsep “pencegahan” yang biasa kita lakukan memang cenderung ekstrem, kita mencegah supaya orang tidak bisa melakukannya. Kita belum mencapai titik dimana orang tidak boleh melakukannya. Mirip kalau anak kecil dirumahnya mau dilarang makan permen yang tersaji di meja, buat tamu alasannya. Maka kita menyatakan tidak boleh, kalau si anak ini terdidik dengan baik, memiliki nilai pribadi yang ditanamkan dengan kuat, maka yang terjadi dia akan menuruti larangan tersebut (tidak boleh). Tapi cara lainnya ada, yang tidak bisa, yaitu bagaimana kalau anak tersebut kita ikat atau kita kurung dikamar.

Lanjutkan membaca “Bisa bukan berarti Boleh”

Memudahkan vs Menganggap Mudah

Kata mudah yang diinggriskan sebagai simple ternyata memiliki banyak sekali varian:  Simply, Simplify, Simplification dan Simplicity

simple – opposite of complex, easy – mudah berarti lawan kata dari rumit

simply – merely: and nothing more – hanya – tidak lebih – kata-kata ini memiliki kesan menganggap mudah (menggampangkan)

simplify – make simpler or easier or reduce in complexity or extent – mengurangi kerumitan, memudahkan

simplification – reduction: the act of reducing complexity – usaha untuk mengurangi kerumitan

simplicity – the quality of being simple or uncompounded – atribut kualitas akibat kemudahannya

Harus menjadi tujuan dari semua perancang sistem untuk merancang sebuah sistem yang memiliki nilai simplicity dalam penggunaannya. Apalagi saat ini telah terjadi pergeseran pandangan pasar dan publik tentang kebutuhan akan kemudahan. Pada masa yang lalu, kecanggihan teknologi dilambangkan dengan fitur yang lengkap dan berarti sebuah alat/media kontrol yang canggih pula, tetapi ternyata menimbulkan kerumitan tersendiri untuk menggunakan kontrol ini. Pada masa kini kita mengenal Apple iPod dan produk lainnya yang mengedepankan kemudahan kontrol sebagai nilai jualnya, walaupun dengan tingkat teknologi yang sama atau lebih rendah.

Perbedaan Besar Memudahkan dan Menggampangkan

Tetapi ada perbedaan besar antara memudahkan dan menganggap mudah (meng-gampangkan):

Memudahkan merupakan sebuah usaha besar dan terstruktur dan beorientasi kepada penggunanya untuk mengurangi kompleksitas yang dirasakan penggunanya. Pengurangan kompleksitas dimata pengguna sebenarnya akan menambah kompleksitas bagi perancangnya.

Memudahkan tidak bisa dimulai dengan mengganggap mudah karena mengganggap mudah memiliki makna: “tidak usah terlalu dipikirkan deh”, padahal kebutuhan berfikir untuk mengurai kompleksitas sangatlah penting.

Kita sebagai perancang sistem harus berhati-hati terhadap kecenderungan penggampangan sebuah permasalahan atau perancangan karena bisa menjadi boomerang terhadap sistem kita nantinya.

Tetapi bagaimana karena mudah, produk kita dianggap tidak berkualitas?

Memang disisi lain dimata pengguna atau klien, kita harus menunjukkan bahwa kesimpulan desain yang kita dapat bukanlah karena tidak berkualitas tetapi telah melalui sebuah proses yang terstruktur. Kalau sistem tersebut memiliki unsur teknologi maka tetap kadar teknologi tidak boleh lebih rendah dibandingkan produk lain yang setara. iPod tidak akan sepopuler sekarang jika tidak ada dorongan promosi yang cukup. Dan apa yang mereka promosikan? Kami memiliki teknologi canggih yang sama (bahkan lebih) tetapi kami lebih mudah untuk digunakan.

Samakan unsurnya tetapi mudahkan penggunaannya

Simplicity is the ultimate sophistication (leonardo da vinci)