Terjebak Nostalgia … (baca: Terjebak Algoritma)

Dalam konsep revolusi industri 4.0 yang sedang menjadi pembicaraan hangat saat ini, ada 2 teknologi yaitu data mining dan artificial intelligence (AI) yang dianggap akan merevolusi industri di masa datang. Perusahaan raksasa teknologi, Google, baru-baru ini menemukan berbagai revolusi teknologi berbasis AI yang bahkan bisa mengemulasikan suara manusia untuk menelepon sebuah restoran untuk memesan tempat, tanpa disadari oleh si penerima telpon bahwa dia sedang berbicara dengan komputer.

Jargon teknologi ini, dimana Google akan lebih mengenal anda dibandingkan anda sendiri, akan benar adanya. Google akan mengambil data apa saja yang anda baca dan minati, dimana saja anda sering bepergian dan berapa lama anda disitu, siapa saja kawan anda dan seterusnya. Dan sebagai sebuah entitas bisnis maka dia akan memberikan anda iklan relevan atau berita relevan supaya anda terus menggunakan layanan Google. Dengan teknologi terbaru, google berharap tidak hanya melayani anda, tapi “mengantisipasi” anda ingin melakukan apa.

Relevan adalah kata kuncinya. Untuk menentukan relevansi maka Google tidak mungkin menugaskan satu orang untuk mengikuti anda untuk mengerti anda, dia akan menciptakan algoritma AI yang akan membaca data anda yang sangat banyak (dari apa yang anda klik, sampai berapa lama anda membaca sebuah artikel, posisi anda di google maps dsb).

Disinilah mengapa judul artikel ini adalah terjebak nostalgia. Kenapa nostalgia? Karena algoritma membaca data historis, yaitu dalam bahasa romansa, adalah nostalgia. Mirip dengan pelajaran peramalan, kita bisa menarik garis lurus proyeksi masa depan dengan memplot data masa lampau. Artinya terjebak algoritma adalah terjebak Nostalgia.

Lanjutkan membaca “Terjebak Nostalgia … (baca: Terjebak Algoritma)”

Apa itu Industri 4.0?

network-2496193_640

Bayangkan anda suka memasak suatu makanan yang terkenal enak di lingkungan RT anda. Makanan ini cukup kompleks karena membutuhkan bahan makanan dan teknik memasak yang luar biasa. Lalu anda akan memasak untuk rencana acara di RT, sehingga membutuhkan volume makanan yang besar. Awalnya, anda akan memasak manual tentunya, artinya mencuci bahan makanan, mengupas – memotong dengan pisau tangan, mengulek, meracik bumbu, pre-cook, memasak, sehingga akhirnya menyajikan yang menarik secara visual.

Ternyata makanan anda dimasukkan ke sebuah media sosial, sehingga akhirnya banyak order diluar RT anda sehingga anda kewalahan untuk menerima order yang tiba-tiba meledak. Anda mulai merekrut pemasak didaerah RT kemudian melakukan pembagian pekerjaan manual (division of work) menggunakan prinsip Taylor (maaf ini jadi kok Teknik Industri banget). Anda memasuki Revolusi Industri 1.0

Lanjutkan membaca “Apa itu Industri 4.0?”

Kecelakaan Kerja: Kesalahan Manusia atau Kesalahan Sistem

Ketika musibah terjadi, maka adalah sebuah respons umum bahwa kita akan mencari kesalahan yang menyebabkan musibah itu terjadi. Kita merasa marah dan ingin rasa marah kita diobati dengan menghukum siapa yang salah. Perhatikan kalimat sebelumnya, “siapa” yang salah. Artinya kita akan masuk kedalam mode mencari kesalahan manusia.

Berbagai teori dan komentator bergerak untuk memberikan analisa tentang kesalahannya. Masing-masing akan bergerak sesuai dengan bidang ilmunya dan agenda yang ingin disampaikan. Tidak usah saya sebutkan kembali, namun kita bisa melihat komentar secara politik, keteknikan/rekayasa, profesi insinyur, keagamaan (hukuman dari Atas katanya), dan lain sebagainya. Beberapa komentar diberikan dengan baik, sehingga kita mungkin menjadi bingung kok masalahnya jadi banyak dan semuanya bener sebagai masalah, lalu sudah diketahui atau diprediksi sebelumnya, tapi kok tidak ada solusi sebelumnya yang diterapkan. Lha terus siapa yang harus dihukum? pimpinan politik, pimpinan negara, tokoh agama, organisasi profesi?

Mari kita tinggalkan dulu emosi untuk mendapatkan siapa, dan memberikan jarak kepada kecelakaan yang terjadi, lalu melihat kembali apakah kesalahan yang terjadi murni karena manusia yang salah, atau sistem yang membiarkan manusia tersebut melakukan kesalahan. Di Teknik Industri dan Sistem, kita tahu bahwa manusia, secara inheren, memiliki potensi melakukan kesalahan. Sehingga kita sebagai perekayasa Industri dan sistem, wajib untuk menciptakan sistem yang mengurangi kemungkinan kesalahan yang terjadi. Jika sistem sudah dirancang tetap membuat manusia melakukan kesalahan, maka evaluasi wajib dilakukan di tingkat sistem terlebih dahulu, sebelum akhirnya melihat apakah memang manusianya yang tidak menepati sistem yang dirancang.

Kesalahan manusia mudah solusinya, ganti saja manusianya. Namun kesalahan sistem, maka jauh lebih sulit, karena anda mengganti orang pun, maka kesalahan akan tetap terjadi dan berulang terjadi.