Teknik Industri akan menjadi Teknik Industri dan Sistem

Institute of Industrial Engineers (IIE)  adalah organisasi profesi dunia bagi perekayasa industri yang berasal dari Amerika Serikat.  IIE saat ini sedang mengumpulkan voting dari para anggotanya di dunia (termasuk saya) untuk mengganti namanya menjadi Institute of Industrial and Systems Engineering hingga 15 Januari 2016. Ketua IIE saat ini,  Prof Moore dari University of Southern California (USC) dalam wawancara dengan majalah Industrial Engineer Juli 2015, menjelaskan panjang lebar tentang hal ini.  Prof Moore sendiri merefleksikan perkembangan TI menjadi TIS/TSI* dengan perubahan nama TI di USC menjadi TIS/TSI.

IIE memandang SE merupakan evolusi yang natural dari fokus yang mengembang dari TI. Hal ini diperkuat dengan aplikasi keilmuan dan bidang kerja para perekayasa Industri yang semakin berkembang ke berbagai tipe industri. Banyak penjelasan terhadap kesamaan dan perbedaan dari SE dan TI. Namun secara sederhana bagi para perekayasa Industri:  jika TI berfokus kepada “Realisasi dari sebuah Produk”, yaitu dari rancangan ke produk yang dikonsumsi pelanggan, maka SE berfokus kepada Realisasi dari Sistem, dari rancangan sistem ke sistem yang telah berjalan. Itu mengapa secara “body of knowledge” terdapat berbagai kesamaan dan irisan dari kedua kelompok ilmu ini.

Pada kurikulum TI yang berfokus kepada realisasi produk dengan nilai-tambah-lebih (value added) terdapat struktur multi-skala: dari produk,  proses dan pabrik dengan 3 tanggung jawab utama: perancangan, pemasangan dan pengelolaan. Jika fokus ini diubah ke sistem yang juga bernilai-tambah-lebih, maka logika yang sama akan berlaku yaitu struktur multi skala (Systems of Systems – SoS) dengan tetap berfokus kepada perancangan,  pemasangan dan pengelolaan dari sistem.

Jadi apa dong beda produk dan sistem?

Lanjutkan membaca “Teknik Industri akan menjadi Teknik Industri dan Sistem”

Tips Mencari Topik Skripsi Teknik Industri di Suatu Perusahaan

Pertanyaan tentang topik skripsi di suatu perusahaan atau suatu bidang/divisi dalam sebuah perusahaan sering diajukan didalam blog ini, sehingga sudah waktunya saya menyusun sebuah artikel tentang tips untuk memulai mencari topik skripsi ketika mahasiswa sudah mendapatkan perusahaan yang dituju. Karena sebagian besar pertanyaan yang diajukan sering dimulai dari mana, maka tips ini akan saya bagi menjadi 4 kemungkinan mulai mencarinya

  1. Mulai dari perspektif 5M+IE dengan 5m_ie
  2. Mulai dari permasalahan yang dihadapi subyeknya
  3. Mulai dari Metode yang ingin digunakan (predikatnya)
  4. Mulai dari minat bidang kerja yang kau ingin tuju (obyeknya)

 

Lanjutkan membaca “Tips Mencari Topik Skripsi Teknik Industri di Suatu Perusahaan”

Kemiripan Teknik Industri dan Arsitektur

Dalam blog ini, saya baru saja menjawab sebuah pertanyaan yang meminta konfirmasi tentang pandangan umum bahwa Teknik Industri itu belajar banyak hal, sehingga tidak dalam dibandingkan dengan keilmuan teknik lainnya. Akibatnya terdapat tuduhan bahwa TI bukan ahli atau kalah ahli…

Jawaban atas pertanyaan itu menimbulkan ide untuk menganalogikan keahlian perekayasa industri dengan keahlian arsitek dari keilmuan arsitektur. Bidang ilmu arsitektur di Universitas Indonesia terletak di fakultas teknik, namun mereka “melepaskan” kata teknik, sehingga bukan teknik arsitektur tapi hanya arsitektur. Mungkin karena tidak tahan dituduh bukan ilmu teknik, kurang ahli, dll. Mirip seperti yang terjadi dengan teknik industri saat ini (ditambah tuduhan: matematika fisikanya kurang, teknik kok belajar manajemen).

Anggapan orang tentang luasan keilmuan teknik industri adalah wajar, karena persepsi umum dalam belajar ilmu teknik adalah spesialisasi. Sehingga jika ada yang seperti TI yang spesialisasinya adalah generalis sistematis, dianggap aneh dan tidak ahli. Padahal inti utama keilmuan teknik industri adalah kemampuan mengkombinasikan elemen sehingga timbul solusi yang efisien dan efektif.

Dalam apa yang saya baca, jika melihat disiplin ilmu arsitektur, banyak arsitek kawakan yang mampu menghasilkan karya besar dengan melakukan kombinasi terhadap berbagai elemen alam. Apakah dia tidak ahli, karena dia hanya memiliki sedikit ilmu tanah, ilmu bangunan, ilmu lingkungan dan ilmu air? 
Artinya dia tetap ahli, cuman bukan pada bidang ilmu tertentu tetapi mengkombinasikan ilmu-ilmu lainnya. Dia perlu tahu ilmu-ilmu tersebut pada tingkat kedalaman yang berbeda-beda supaya memiliki bekal cukup untuk membuat berbagai kombinasi solusi atau desain. Dia membutuhkan ahli bidang lainnya untuk berdiskusi tentang pendobrakan limitasi akibat perkembangan teknologi. Millennium Dome di kota London, Inggris mendobrak dengan sebuah bangunan luas dengan hanya bahan “plastik”.

Seorang perekayasa industri juga harus mampu melakukan hal yang sama. Setiap elemen dalam menyusun sebuah sistem terintegrasi harus disusun sedemikian rupa tanpa melanggar hukum ilmu alam, hukum manusia, aturan keuangan, sifat material dll. Dia bileh bahkan wajib berkonsultasi secara tim dengan bidang ilmu lainnya untuk mendapatkan keunggulan lebih dalam desain solusinya.

Tentu bukan berarti semua hal akan dipelajari, hanya elemen-elemen penting saja, dan ini cukup memadai. Permainan catur menjadi asyik bukan karena banyaknya komponen, tetapi karena berbagai kemungkinan pergerakan dari setiap elemennya. dimana setiap elemen memiliki aturannya yang harus dipelajari dan ditaati terlebih dahulu. Prajurit hanya bisa maju mundur lurus kecuali mengambil alih area yang diduduki musuh. Kuda hanya bisa bergerak dalam pola L, dan aturan lainnya. Bahkan dengan ada aturan seperti itu yang sebenarnya membatasi kemungkinan permainan, tetap menghasilkan kompleksitas permainan yang luar biasa.

Jadi TI tetap ahli, namun ahli yang berbeda.

Apa itu Service Systems Engineering (SSE)?

Tulisan ini sebagai tulisan lanjutan dari  artikel tentang pendefinisian ulang teknik industri untuk menjelaskan fokus pendidikan Teknik Industri di Universitas Indonesia. Setiap Perguruan Tinggi Teknik Industri di Indonesia sebenarnya akan beradaptasi dan memiliki warna yang tergantung dengan kebutuhan, tuntutan serta peluang yang terjadi pada komunitas tempat pendidikan berlangsung. Sebuah fenomena yang sama juga terjadi di negara asal teknik industri, yaitu Amerika. Namun tentunya, ciri-ciri sebagai perekayasa Industri secara dasar harus tetap ada, sehingga warna biasanya terlihat bukan hanya dari kurikulum, namun dari fokus materi dan tugas perkuliahan yang terjadi.

SSE Explanation Slide

Evolusi Perkembangan Teknik Industri

Pada awal berdirinya, teknik industri yang umumnya berasal dari teknik mesin memang berfokus kepada bagaimana meningkatkan proses manufaktur sehingga meningkat produktivitasnya.Pada masa awal ini, perekayasa industri sadar bahwa pendekatan mekanistis (mechanical approach) memiliki keterbatasan maksimum peningkatan produktivitas yang bisa diraih, sehingga mereka beralih ke pendekatan yang multi perspectif namun terintegrasi dengan menggunakan singkatan sederhana 5M: manusia, mesin, material, metode dan money. Lanjutkan membaca “Apa itu Service Systems Engineering (SSE)?”

Teknik Industri Perlu Ganti Nama?

Setelah bertahun-tahun menjelaskan apa itu teknik industri, saya mengambil kesimpulan bahwa teknik industri perlu mengganti nama untuk menjaga relevansinya saat ini. Hal ini terutama berlaku di institusi teknik industri tempat berkarya saya saat ini yaitu Teknik Industri UI. Mempertimbangkan lokasi di ibu kota dan cakupan kerja lulusannya, TIUI selalu berfokus untuk melayani industri jasa dengan tetap mempertahankan kemampuan untuk bekerja di industri manufaktur atau industri produksi barang. Sehingga akhirnya baru-baru ini disepakati bahwa TIUI akan menjadi A Service System Engineering Education Program. Namun saya sadar bahwa kesepakatan ini juga memiliki peluang untuk menambah permasalahan penjelasan karena: (1) harus menjelaskan dulu teknik industri itu apa dan (2) harus menjelaskan konsep service system engineering.

Ketika memikirkan strategi penjelasan inilah, saya akhirnya berkesimpulan bahwa kesalahan terbesar kami semua (para perekayasa industri) adalah karena kurang sadar bahwa kalimat “industri” akan selalu diterjemahkan oleh publik sebagai pabrik. Apalagi ketika disandingkan dengan kata “teknik”. Padahal jika merujuk kepada adanya istilah industri pariwisata, industri musik, atau industri layanan lainnya, telah jelas bahwa industri tidaklah memiliki makna tunggal ke pabrik atau pembuat barang saja, namun juga ke layanan jasa. Nah, apa arti sesungguhnya dari “industri”? Menurut saya adalah penambahan nilai (value adding)

Kata “industri” memang awalnya secara harfiah didefinisikan sebagai “economic activity concerned with the processing of raw materials and manufacture of goods in factories”, yang memang berarti adalah pabrik. Tapi terjemahan ini jika diambil makna sebenarnya adalah adanya aktivitas penambahan nilai. Aktivitas penambahan nilai (value adding activities) terjadi melalui transformasi satu atau beberapa material menjadi sebuah produk. Sebuah tepung terigu ketika diproses menjadi mie instan, memiliki pertambahan nilai yang dilambangkan dengan harga jual yang meningkat. Jadi ketika perekayasa industri melakukan tugasnya di berbagai proses transformasi di pabrik, ternyata disadari bahwa berbagai prinsip-prinsip yang terjadi di pabrik, dapat diimplementasikan pula di proses transformasi lainnya di non-pabrik.

Mengapa ini terjadi? Karena ini pada aktivitas penambahan nilai ternyata berlaku secara universal di semua bidang. Konsep yang sama juga menyebabkan kata industri dipakai di industri pariwisata dan industri musik. Adanya pertambahan nilai dari sekedar menjual furniture, menjadi menjual kamar hotel, menjadi menjual atraksi wisata menjadi ciri industri pariwisata. Adanya pertambahan nilai dari hanya menyanyi di kamar mandi, menjadi rekaman, acara konser musik dan sebagainya.

Jadi menurut saya, sebaiknya Teknik Industri menjadi Teknik Penambahan Nilai (From Industrial Engineering to Value Adding Engineering). Karena sebenarnya yang dipelajari adalah bagaimana kita merancang, memasang (install) dan meningkatkan aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan sehingga dapat memberikan pertambahan nilai dari apa yang diproses. Harus diakui, untuk belajar maka lebih mudah menggunakan obyek manufaktur sebagai studi kasusnya, dibandingkan obyek jasa. Perhatikan kata lebih mudah, bukan tidak mungkin, karena di TIUI perancangan sistem tidak selalu sebuah proses produksi pabrik, tetapi proses layanan restoran, klinik/rumah sakit atau jasa pelabuhan.

Perhatikan pula  kata aktivitas yang terkoneksi karena ini juga kata kunci dalam peningkatan nilai tambah. Jadi alih-alih berfokus kepada satu aktivitas yang hanya menjanjikan peningkatan terbatas terhadap nilai, maka fokus diberikan kepada koneksi. Itu yang menyebabkan seorang perekayasa industri eh maaf … perekayasa pertambahan nilai, perlu mempelajari berbagai hal secara cukup (bukan sedikit-dikit) untuk mengidentifikasi dan mengeksploitasi koneksi yang bisa memberikan penambahan nilai yang lebih tinggi. Kita memang tidak boleh terlalu dalam mempelajari satu komponen, karena kita bisa terjebak untuk hanya berfokus kepada komponen tersebut saja. Namun di mata publik, ini cukup ini dianggap sama dengan sedikit, jadi terkesan tidak jelas. Padahal seorang perekayasa industri, eh salah lagi.. perekayasa penambahan nilai Winking smile, sebenarnya adalah seorang spesialis, yaitu spesialis generalis.

(Fokus ke interkoneksi yang membuat pula istilah sistem menjadi sering digunakan di teknik industri. Suatu hal yang akan saya jelaskan di tulisan lain.)

Jadi mungkin saatnya teknik industri berganti nama, karena menjelaskannya menjadi lebih mudah karena namanya menjadi lebih asing sehingga tidak ada asumsi awal yang harus dikoreksi. Pembaca atau pendengar tidak akan terjebak dengan kata industri yang berkonotasi dengan hanya pabrik, dan berpindah fokus ke pertambahan nilai. Karena pada kenyataannya memang teknik industri telah meluas dari sejak berdirinya ke industri-industri yang membutuhkan pertambahan nilai.

Katakan TIDAK untuk YA yang lebih besar

Salah satu kesulitan yang sering saya hadapi adalah untuk menolak ketika ada kawan atau tamu yang meminta waktu untuk bertemu atau bantuan, padahal saya sedang memiliki banyak hal yang penting yang harus saya lakukan.

Mengucapkan “tidak” menjadi sulit bagi saya pribadi karena ada semacam dorongan untuk menjadi orang baik dengan persepsi bahwa kita harus selalu membantu teman atau menerima tamu. Walaupun ini sebenarnya tidak tepat. Karena jika memang teman adalah teman dan tamu adalah tamu yang sopan, tentunya dia tidak perlu marah atau menganggap kita adalah orang yang tidak baik jika kita tolak setelah kita berikan alasannya. Kita juga bisa minta waktu lain yang lebih longgar nantinya. Dia akan mengerti dan seharusnya tidak menganggap kita orang yang tidak baik karena menolak. Karena jika itu yang terjadi maka sebaiknya anda tidak berteman dengan dia.

Ada sebuah kalimat mutiara yang saya pakai dalam situasi semacam ini yaitu kita harus bisa berkata tidak untuk mendapatkan ya yang lebih besar. YA yang lebih besar adalah hasil dari pekerjaan yang memang harus kita lakukan untuk kepentingan kita sendiri. Buat apa kita mengiyakan banyak hal tapi akhirnya untuk hal hal yang penting kita TIDAK bisa meraihnya.

Prinsip ini juga diterapkan dibidang keilmuan teknik industri yaitu lean operations atau lean management. Sebuah prinsip manajemen operasi yang berfokus untuk melakukan proses penting dan berhubungan erat kepada pembuatan nilai tambah bagi pelanggan . Segala macam hal yang tidak berhubungan erat dikatakan tidak supaya YA yang dihasilkan bagi pelanggan menjadi optimal dengan cara yang paling efisien.

Prinsip budaya 5S merupakan perwujudan dari tidak untuk hal hal kecil supaya dapat hasil YA yang lebih besar. 5S: seiri, seiton, seiso, seiketsu, and shitsuke diterjemahkan ke bhs inggris menjadi Sort, Straighten, Sweep, Standardise and Sustain, lalu sering diindonesiakan menjadi 5R: Ringkas, Rapi, Rawat, Resik dan Rajin. Budaya disiplin melakukan 5S menjadi landasan budaya dalam melakukan perbaikan terus menerus ala lean management.

Ilustrasinya adalah jika meja kerja kita menggunakan 5S maka karena semua rapi dan ada pada tempatnya maka kita bisa bekerja diatas meja dengan lebih efisien. Jika berantakan dan kita butuh gunting maka waktu akan terbuang untuk mencari gunting. Atau  yang lebih parah lagi  kita baru sadar bahwa kita tidak punya gunting. Ini membuat 5S juga bisa menunjukkan kepada organisasi untuk melakukan identifikasi inti masalah yang lebih penting karena tidak terbebani oleh masalah rutin akibat ketidakdisiplinan.

Sudahkan anda katakan Tidak untuk Ya yang lebih besar?

Berlomba Jangan Dipandang sebagai Bertanding

Berlomba berbeda dengan bertanding. Dalam bertanding ukurannya adalah menang dan kalah. Sedangkan dalam berlomba ukurannya adalah apakah kita sudah bisa lebih baik dari sebelumnya, dan ini lebih penting. Berlomba juga memberikan gambaran dimana kah posisi kita saat ini relatif dengan yang lain, sehingga kita terpacu untuk bisa semakin membaik nantinya. Kita juga bisa mencontoh disiplin dan cara bagaimana yang lain yang lebih baik dari diri kita. Dan konsep ini dalam manajemen kualitas disebut sebagai sebuah proses benchmarking.

Original BenchmarkBenchmark diterjemahkan secara harfiah adalah tanda (mark)  berbentuk bench (kursi atau bangku) yang artinya terlihat dengan jelas untuk dijadikan patokan dimana posisi kita saat ini. Kalau anda masih sempat jalan darat ke kota-kota di Indonesia, terutama di jawa, maka biasanya akan ada patokan jarak ke kota berikutnya yang berbentuk cetakan beton atau semen berbentuk mirip kursi. Itulah mengapa benchmarking diterjemahkan sebagai patok duga (bukan sekedar dialih bahasakan menjadi kursi penanda).

Benchmark tidak utk menang kalah tapi untuk mengetahui posisi kita dan apa yangbisa kembangkan dari organisasi kita .  Benchmarking juga tidak harus pada industri yang sama, bisa berbeda tapi memiliki kesamaan proses atau bagian tertentu.  Misalnya anda di bisnis perawatan alat berat, maka benchmarking bisa dilakukan ke bisnis perawatan pesawat terbang yang memiliki keketatan standar international yang jauh lebih ketat.

Berlomba jadinya bisa dikatakan sebagai bertanding dengan diri sendiri. Dan kalau kita bertanding dengan diri sendiri, maka kita bisa menang dan kalah sekaligus. Namun ketika kita memutuskan untuk untuk mulai berlomba kita sebenarnya sudah menang. Kita menang karena mengalahkan ketakutan untuk tahu bahwa kita mungkin saja tidak lebih baik dari banyak orang. Kita memulai masuk ke dunia baru improvement yang bisa jadi tidak pasti ujungnya kemana, yang berarti bisa saja akan kalah. Tapi kan kalahnya untuk lebih baik.

Tapi jika memang menang dibandingkan orang lain masih penting buat anda, paling tidak anda sudah menang dibandingkan dengan yang tidak ikut berlomba.
Jadi intinya adalah yang terpenting apa perbaikan berikutnya? What’s the next improvement?