Lebaran dan Re-engineering dalam Teknik Industri

Salah satu makna lebaran adalah memulai kembali berjalannya kehidupan dengan kertas putih baru melalui arti dari Idul Fitri yaitu kembali ke fitrah. Setelah kita umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh maka manusia pada hari itu laksana seorang bayi yang baru keluar dari dalam kandungan yang tidak mempunyai dosa dan salah.

Hal ini mengingatkan saya pada salah satu konsep Business Process Re-engineering atau BPR yang pernah populer di tahun 80an sebagai sebuah konsep peningkatan kualitas yang luas, menyeluruh serta radikal dan berbeda dengan business process improvement yang bersifat lebih kecil. BPR memiliki pesona karena siapa yang tidak mau memiliki kemampuan yang meloncat jauh ke depan sehingga sulit atau lama akan dapat disamakan oleh kompetitor. Namun konsep ini ternyata banyak sekali memiliki syarat yang harus dipenuhi sehingga ketika ada satu syarat saja yang kurang siap maka hasilnya akan tidak sebanding dengan pengorbanan yang harus dilakukan. Sehingga pada akhir 90an banyak yang lempar handuk terhadap konsep ini dan tetap memilih BPI bukan BPR karena memiliki resiko lebih kecil.

Lanjutkan membaca “Lebaran dan Re-engineering dalam Teknik Industri”

Golput berarti Memilih yang Menang

Melihat pilkada yg sedang berlangsung di suatu daerah hari ini, saya jadi teringat diskusi dengan seorang teman tentang pemilu. Sang teman menanyakan kepada saya siapa yg saya pilih, kebetulan yang saya pilih kemarin akhirnya menang. Namun ternyata kinerja pemimpin ini biasa-biasa saja, tidak ada yang benar benar Baru seperti yang dijanjikan. Dia menertawakan saya dan dengan bangga menyatakan diri bahwa dia Golput kemarin. Dia merasa lebih bebas karena tidak harus bertanggung jawab karena tidak memilih.

Saya bingung dengan logika ini, karena menurut saya Golput bukan berarti tidak memilih. Tidak memilih berarti membiarkan orang lain memilih. Membiarkan orang memilih sehingga kemudian menang, berarti kita setuju dengan pilihan itu. Yaa berarti sama saja dong dengan memilih yang menang. Memilih yang menang berarti tetap bertanggung jawab kan atas pilihannya atau dalam kasus ini Golput nya

Saya sih ndak mau dipilihkan orang lain. Ini kan bukan jamannya siti nurbaya.

Analisa Sistem Kasus KJS

Berita mundurnya 16 RS dari sistem KJS di Jakarta merupakan sebuah early warning bagi rencana pemerintah untuk memberlakukan sistem jaminan kesehatan yang akan diberlakukan di seluruh Indonesia. Kenapa kok baru sekarang permasalahan ini timbul? Ternyata sejak bulan maret, terjadi pemindahan sistem pembayaran, yang tadinya langsung dikelola oleh pemerintah daerah, ke sebuah perusahaan asuransi milik pemerintah yang rencananya tahun depan akan menjadi badan pengelola jaminan sosial.

Pemindahan sistem berarti pemindahan “cantolan” regulasi, yang berarti mencakup diantaranya siapa dan apa yang masuk dalam kategori KJS. KJS memang sebuah kebijakan politik yang populis dan menarik, ketika siapapun warga Jakarta ber-KTP boleh mendapatkan layanan kesehatan gratis tanpa memandang miskin atau tidak. Kriteria lainnya cuma kriteria sosial lisan saja “malu atau tidak”. Apa yang terjadi? ledakan jumlah pasien dan kasusnya. Kenapa tidak hanya pasien yang harus dihitung? karena saya pernah ngobrol di sebuah RSUD DKI Jakarta, dengan seorang pensiunan yang “hobi” barunya adalah nongkrong di RS. Si Bapak ini bilang, mumpung gratis, dalam sehari dia bisa minta ketemu 2 dokter, dan dalam sebulan secara rutin seminggu sekali dia ke dokter. Ndak masalah harus antri, toh dia tidak ada kerjaan lain.

Di sistem sebelumnya, hanya orang miskin dan rentan miskin yang mendapatkan fasilitas ini. Jadi saya membayangkan saat ini kedua kelompok ini harus “bersaing” mendapatkan pelayanan dengan kelompok lain, yang notabene bisa membayar sendiri biaya kesehatan dasarnya.

Mari kita lihat bagaimana analisa sistemik kasus ini.

image

Ledakan ini meningkatkan jumlah transaksi layanan kesehatan, yang berarti akan meningkatkan jumlah klaim ke pemerintah daerah, ini yang terjadi pada akhir tahun lalu. Ledakan jumlah transaksi ini juga menimbulkan antrian layanan serta menguras kualitas layanan kesehatan yang telah dirancang pada kapasitas yang lebih rendah dari permintaan yang melonjak mendadak.

Gejala ini yang akhir tahun lalu telah keluar, sehingga rencana solusinya adalah akan dialokasikan tambahan anggaran untuk peningkatan infrastruktur kesehatan (asik ada proyek fisik baru). Namun peningkatan infrastruktur tanpa alokasi pendidikan kesadaran pentingnya menjaga kesehatan akan tetap meningkatkan transaksi kesehatan. Apalagi kesadaran ini yang sudah cenderung berkurang akibat lebih “murah”nya orang ke dokter daripada menjaga kesehatan. Lagipula membangun RS baru, meningkatkan kapasitas pasti membutuhkan waktu yang tidak singkat, dan ketika selesai dibangun, jangan-jangan sudah membludak lagi,

Sehingga pemerintah daerah melakukan salah satu apa yang dikenal dalam dunia system thinking sebagai jebakan struktur sistem: shifting the burden/addiction, pergeseran tanggung jawab. Bagaimana kalau diserahkan kepada asuransi saja, hitungannya kan lebih enak, berdasarkan premi per orang. Apalagi sang perusahaan asuransi menjamin tidak ada masalah (lha namanya juga jualan).

Lanjutkan membaca “Analisa Sistem Kasus KJS”

Apa kompetensi puncak seorang teknik industri?

Kompetensi Puncak merupakan terjemahan dari capstone competency. Capstone merupakan singkatan dari “captain stone”, yaitu ada batu kapten. Seorang kapten biasanya berada di depan atau diujung paling atas dalam sebuah rantai komando di lapangan, sehingga istilah ini artinya adalah kompetensi yang merupakan gabungan kombinasi dari berbagai kompetensi sebelumnya atau dasarnya.

Istilah ini penting dipahami bagi perekayasa industri, karena bisa menjelaskan mengapa struktur perkuliahan di TI dirancang seperti sekarang. Namun penjelasannya tidak mudah jika tidak mengerti peran dan pentingnya Captain Stone.

Captain Stone sangat penting karena tanpanya, struktur dibawah akan berantakan. Sama dengan sebuah regu tentara, tanpa pimpinan yang menyelaraskan maka regu akan tidak mencapai produktivitas maksimum bahkan bisa tercerai berai.
image

Jadi di Teknik Industri, capstone memiliki 2 makna utama.

Lanjutkan membaca “Apa kompetensi puncak seorang teknik industri?”

Hati-hati dengan Kontras tanpa basis Data

Saya sangat suka memperhatikan gaya orang membangun dan menyampaikan argumennya. Sebagai pengajar manajemen kualitas, saya sering kebingungan menghadapi rapat orang Indonesia, yang kebanyakan berdiskusi, berdebat bahkan bisa emosional tetapi bukan berlandaskan kepada data atau fakta, namun kepada asumsi dan persepsi. Masih mending jika asumsi diambil dari data.  Lebih sering asumsi diambil dari logika atau persepsi umum (common perception) yang suka melupakan ada konteksnya.

Logika tanpa fakta lebih berbahaya, karena biasanya akan lebih menyakinkan kebenarannya.

Logika berbasis kepada data bisa terasa kurang seru, karena bisa jadi ada beberapa bagian yang berlubang akibat data yang kurang lengkap, sehingga tidak bisa diambil keputusan. Lebih enak kalau tanpa fakta, karena lebih gurih dan lebih imajinatif. Lihat saja kesukaan pemirsa TV Indonesia terhadap acara gosip. Baik acara gosip beneran atau acara gosip terselubung (acara berita/news).

Derajat Kontras Hitam Putih
Derajat Kontras Hitam Putih

Kontras adalah cara yang paling mudah untuk membandingkan. Mata kita dilatih untuk lebih menangkap perbedaan warna yang memiliki kontras yang berbeda. Sehingga otak kita juga terlatih untuk melakukan versus (vs) dan or (atau). Yang sering saya dapatkan ketika pemilihan kandidat misalnya adalah fokus kepada kontras antara kandidat A vs kandidat B. Strateginya biasanya dua: SAMA atau BEDA/UBAH. Bagi yang pokoknya beda, nggak penting apakah perbedaan itu akan bisa diaplikasikan berdasarkan data yang ada, sehingga sebenarnya hanya sekedar janji saja. Bagi yang ubah, nggak penting apakah perubahan menjadi lebih baik atau tidak, yang penting berubah. Semuanya lebih sering tanpa data. Bagaimana prestasi calon pemimpin tersebut? Apa ukuran obyektif untuk mengukurnya? Lanjutkan membaca “Hati-hati dengan Kontras tanpa basis Data”

Sudah tepatkah pertanyaan anda?

Have you asked the right questions?

Saya mendorong kebiasaan bertanya kepada mahasiswa sebagai sebuah kebiasaan yang baik dalam pola berpikir. Bertanya merupakan tanda bahwa anda berpikir. Kemampuan bertanya juga merupakan modal utama dalam memfasilitasi diskusi, rapat atau pertemuan.

image

Tentunya setelah memiliki kebiasaan bertanya maka penting pula diiringi oleh mempelajari bagaimana bertanya yang benar dan bagaimana memformulasikan pertanyaan yang tepat.
Lanjutkan membaca “Sudah tepatkah pertanyaan anda?”

Manajemen Jalan-Jalan – Gemba – Management by Walking Around

Judul manajemen jalan-jalan merupakan terjemahan bebas dari konsep management by walking around (MWA) yang pertama kali saya baca dilakukan oleh duo Hewlett & Packard, para pendiri produsen komputer HP. Pada masa pertumbuhan HP, duo pendiri ini sering berjalan-jalan ke lantai produksi dan operasi untuk berdiskusi langsung dengan insinyur, desainer produk, dll. Konsep manajemen ini untuk memotong penyakit perusahaan yang besar yang biasanya memiliki alur komando pengambilan keputusan yang panjang, sehingga bisa lebih responsif terhadap keinginan pelanggan atau peluncuran produk baru.

Konsep ini juga ternyata ada dalam kualitas yang disebut dalam bahasa jepang sebagai Gemba, lihatlah masalah pada tempatnya. Secara tersurat, kita diminta turun ke lokasi permasalahan untuk memahami permasalahannya secara langsung. Namun yang lebih penting lagi, secara tersirat, lihatlah masalah dalam konteksnya. Pemahaman Kontekstual bisa mencakup dimensi ruang lokasi, waktu, fungsi atau skala.

Ada trend baru politik Indonesia dengan konsep yang mirip dengan MWA atau Gemba. Di politik saya dengar namanya adalah Retail Politics, yaitu sebuah proses mencari suara dengan datang ke kantong-kantong suara secara langsung dan “menyapa warga”. Kalau di Amerika, secara sejarah ternyata memang ada beberapa negara bagian atau provinsi yang “mewajibkan” kandidat presiden untuk melakukan ini, baik secara pribadi atau melalui sukarelawan yang mengetuk pintu untuk berkampanye. Mereka tidak peduli program kerja, artis, facebook, twitter selama belum ketemu langsung maka mereka tidak akan memilih. Memang terlalu dini dalam sejarah demokrasi Indonesia untuk mengetahui apakah hal ini juga berlaku, namun sementara ini kesimpulan umum saya, kita suka hal yang “beda”. Terkadang ndak peduli bahwa beda belum tentu lebih baik. Dulu presiden ndak suka ngomong, sekarang suka yang curhat, nanti berikutnya mungkin ndak ngomong lagi. Lanjutkan membaca “Manajemen Jalan-Jalan – Gemba – Management by Walking Around”