Refleksi 10 Tahun Menjadi Pendidik Teknik Industri

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan penghargaan kesetiaan dari pemerintah karena telah bekerja selama 10 tahun lebih. Asisten dan mahasiswa banyak yang memberikan selamat kepada saya dan bertanya apa kesan saya menjadi pendidik Teknik Industri. Saya sempat bingung menjawabnya karena tidak pernah memikirkan akan harus menjawab pertanyaan ini, namun beberapa hari yang lalu saya menyadari apa jawaban dari pertanyaan ini, ketika saya sibuk menyusun bahan presentasi untuk kuliah di kelas simulasi industri.

Jawabannya adalah: Saya mencintai pekerjaan sebagai pendidik teknik industri karena saya tidak bisa berhenti belajar.

Jawaban ini saya dapatkan karena saya baru sadar bahwa hingga saat ini tidak ada hari dimana saya tidak harus merevisi materi untuk mengajar dan saya bisa membuka kuliah-kuliah pilihan baru (yang berarti kerja keras lagi menyiapkan materi dan presentasi). Suatu pekerjaan yang mungkin tidak menyenangkan karena ngapain capek-capek bikin materi, lebih mudah dengan kasih buku ke mahasiswa, suruh baca, kerjain kuis dan tugas, kemudian ujian. Namun bagi saya, jika sebuah kuliah sudah memiliki buku ajar baku, dan tanpa tambahan update dari jurnal, kuliah tersebut pasti tidak akan membahas hal-hal baru. Tanpa membahas hal-hal baru, maka saya tidak belajar. Jika dosen tidak belajar hal baru, apalagi mahasiswanya.

Teknik Industri adalah keilmuan yang inklusif. Inklusif berarti lawan kata dari eksklusif. Inklusif memberi makna bahwa teknik industri akan terus mencari dan mengadopsi pendekatan dan metode baru yang dapat membantu perekayasa industri mendapatkan kenaikan efisiensi dan efektivitas hingga tetes terakhir. Saya masih ingat ketika TI pada masa akhir 90-an mengadopsi Balanced Scorecard, sebagai tambahan cara pengukuran kinerja yang secara tradisional hanya bertumpu pada produktivitias.  Adopsi proses AHP (analytical hierarchy process) sebagai proses pengambilan keputusan juga dilakukan. Dorongan teknologi informasi juga dimanfaatkan oleh TI untuk melakukan integrasi antar bagian dalam paket aplikasi ERP (Enterprise Resource Planning). Evolusi manajemen kualitas dari SPC (Statistical Process Control), ke SQC (Statistical Quality Control), QI (Quality Improvement), TQM (Total Quality Management) kemudian Operational Excellence, dari QCC (Quality Control Circles) ke Lean Six Sigma.

Kita juga mengadopsi konsep simulasi dan pemodelan karena kemampuan prediksi kinerja dari sistem yang telah kita rancang, dan berkembang hingga kini. Dimulai dari Discrete Event Modeling, dengan ProModel sebagai aplikasi “populer” di TI Indonesia, bergerak ke Continuous Event Modeling melalui pendekatan sistem dinamis, kemudian ke arah object oriented modeling hingga ke agent based modeling. Pada pemodelan matematis dengan dasar-dasar riset operasional menjadi saat ini menjadi meta-heuristics programming dan combinatorial programming.

Bidang perancangan yang berevolusi menjadi Innovation Engineering, terintegrasi secara penuh secara digital sejak produk, proses, pabrik dan antar pabrik. Membahas pula aspek teknologi dan strategi, akan menjadi sangat menarik.

I am excited on what new things I will learn in the future … what’s next?

Memori Masa Depan

Memori masa depan terdengar aneh bagi kita semua, karena biasanya memori adalah ingatan akan masa lampau. Mana mungkin kita memiliki sebuah memori kalau hal itu belum terjadi?

Pernah melihat sebuah drama teater? Para pemainnya berlatih setiap saat sebelum pertunjukkan untuk menciptakan memori masa depan, sehingga ketika drama dilangsungkan didepan panggung mereka langsung memainkan perannya. Mereka menghafalkan dialog, lokasi adegan,  dan lain-lain untuk menyajikan tontonan yang terbaik bagi penonton.

Ternyata pada kenyataannya kita semua memiliki memori masa depan. Dalam suatu penelitian yang dilakukan Ingver terhadap otak manusia, ditemukan bahwa manusia setiap saat melakukan pembentukan alternatif-alternatif kejadian di masa yang akan datang dan rencana persiapan untuk mengatasi setiap alternatif yang diciptakan tadi. (Mirip yaa dengan proses pemodelan dan simulasi).

Lanjutkan membaca “Memori Masa Depan”

Peranan Simulasi dalam Penerapan Six Sigma

Dalam konteks six sigma maka simulasi digunakan sebagai salah satu alat bantu dalam melaksanakan metodologi DMAIC Six Sigma, setara dengan 7 Tools (Basic Statistical Tools), 7 New Tools, QFD, DOE (Advance Statistical Tools) dsb. Seperti juga tools-tools lain maka kita memilih tools karena kita ingin mengetahui sesuatu yang berguna bagi langkah analisa kita selanjutnya, misalnya kita ingin tahu prioritas – maka kita gunakan pareto. Jika kita ingin tahu akar permasalahan supaya lebih fokus dan tepat sasaran solusinya – kita gunakan fishbone analysis atau interrelationship diagraph. Dimana letak tool simulasi? Jika anda punya pertanyaan what if (bagaimana jika?)

Jika dalam langkah DMAIC ada satu atau beberapa langkah anda ingin mengetahui “bagaimana jika?” maka jawabannya dapat anda “simulasikan” untuk mendapatkan gambaran: apa saja yang mungkin timbul jika anda mengambil suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

Apakah semua langkah dalam DMAIC bisa didukung dengan tool simulasi? menurut saya iya, walaupun secara pribadi saya baru mengalami 2 kondisi yaitu Define dan Analyse – Improve. Mari kita membatasi dahulu dalam bagian simulasi operasional, karena jenis-jenis simulasi itu luas sekali, dan diasumsikan project six sigma yang dilaksanakan bukanlah sebuah project untuk mengurangi resiko atau sebuah DFSS (Design for Six Sigma)

Contoh untuk suatu kasus define yang saya dapatkan adalah ketika ada sebuah layanan kesehatan yang berorientasi pada masa depan memiliki pertanyaan besar:

“apakah dengan peningkatan laju datang pasien ke tempat kami 2 kali lipat maka kami mampu melayani tanpai mengurangi kualitas pelayanan? (dihitung dari waktu tunggu pasien) Jika tidak, dimana dalam proses layanan kami harus meningkatkan kecepatan layanan secara signifikan?”

Pertanyaan ini masih dalam bentuk skenario tetapi merupakan acuan dalam project six sigma yang akan dilakukan – show me the future problems, I want to get ready. Jadi dalam fase define pun bisa dilakukan simulasi.

Untuk Control, kita bisa mensimulasikan apakah mekanisme control yang dilakukan akan dapat mengurangi reject atau mencapai target yang diminta dalam project charter.

Bagaimana dengan Measure?

Karena ruang lingkup simulasi sendiri luas, maka salah satu yang termasuk dalam simulasi adalah simulasi resiko (risk simulation) yang sebenarnya masuk dalam kategori simulasi matematis. Resiko berbicara tentang masa depan, tidak ada yang tahu bagaimana masa depan, sehingga yang namanya resiko adalah ketidak pastian. Ini juga berarti resiko juga berbicara what-if (bagaimana jika?).

Design for Six Sigma (DFSS) merupakan salah satu implementasi konsep six sigma yang berbicara tentang masa depan yaitu desain dari sebuah produk (atau operasi) pada masa yang akan datang. Karena desain produk akan mempengaruhi desain proses, yang berikutnya akan jabarkan dalam sebuah proses manufaktur sehingga setelah diperhitungkan maka desain yang tepat dan telah mempertimbangkan kualitas ala six sigma sejak awal akan dapat menghemat lebih besar biaya ketika diproduksi nantinya.

Dalam dunia jasa DFSS diimplementasikan mirip dengan Business Process Re-engineering (BPR) hanya berbeda dalam skala (tidak semua proses didesain ulang) dan menggunakan metode berbeda.

Kembali ke simulasi, dalam simulasi resiko menjadi tools yang cukup vital dalam DFSS(soalnya kalau saya tulis alat, bukan tools, jadinya tools vital), walaupun dalam lingkup Six Sigma ataupun lean sixsigma, simulasi resiko tetap bisa digunakan jika memang ada kebutuhan untuk itu.