Balas Budi atau Balas Dendam

Beberapa waktu yang lalu saya menemuni seorang kawan lama yang masih aktif di pemerintahan dan berdiskusi soal pimpinannya yang baru saja terpilih  memenangkan proses demokrasi di daerahnya. Dia mengeluh karena sedang merasa menerima balas dendam dari pimpinannya yang baru, karena adanya persepsi bahwa dia dan kawan-kawannya “membela” pimpinan yang lama. Dalam pembelaannya dia bercerita tidak mungkinlah dia melanggar perintah pimpinannya yang lama, karena loyalitas kepada pimpinan adalah penting, siapapun itu, yang lama maupun yang baru.

Saya jadi mengingatkan dia akan diskusi yang berbeda terjadi beberapa tahun yang lalu, ketika sang kawan lama yang sama, mengeluh pula bahwa dia harus menanggung tanggung jawab balas budi ketika pemimpinnya sebelumnya berganti. Banyak sekali teman-teman sang pemimpin yang datang dengan membawa pesan-pesan khusus, karena sebelumnya telah mendukung sehingga membutuhkan penggantian usaha yang dilakukan. Ketika saya tanyakan apakah tetap harus melakukan hal yang sama, dia mengatakan tentu saja beberapa sudah melakukan sinyal-sinyal yang sama, sambil menunggu masyarakat berkurang kepeduliannya terhadap pimpinan baru. Misalnya setelah 100 hari, dsb.

Kata relawan kan untuk kampanye, sebagian dari mereka tidak benar-benar “rela” sepenuhnya, ada yang memiliki budi pamrih ketika membantu. Banyak relawan, yang menjadi pamrih-wan atau budi-wan. Jadi sekarang si kawan saya ini kena dua hal sekaligus: balas dendam DAN balas budi. Lanjutkan membaca “Balas Budi atau Balas Dendam”

3C dalam Manajemen Perubahan

Ketika sedang nongkrong minum kopi ada topik diskusi tentang manajemen perubahan. Manajemen perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas dan tindakan terencana yang mencoba mengubah organisasi sesuai yang diamanatkan dalam tujuan organisasi yang tertuang dalam rencana strategis organisasi.

Kenapa ada kata mencoba, karena pada kenyataannya belum tentu berhasil mengingat ada unsur manusia (makhluk Tuhan yang luar biasa ajaib keanehannya dalam berubah). Unsur manusia ini sebenarnya yang akan diubah ketika kita berbicara manajemen perubahan.

Tetapi ada 3 prinsip dasar dalam manajemen perubahan yang merupakan rangkuman dari berbagai literatur yang bisa menjadi dasar kesuksesan manajemen perubahan yaitu 3C – Clarity, Communications and Consistency (Kejelasan, Komunikasi dan Konsistensi).

Clarity atau kejelasan adalah organisasi harus memiliki sebuah kejelasan terhadap perubahan yang ingin dituju. Tidak harus kejelasan proses, karena terkadang prosesnya harus berubah atau ditemukan sambil jalan. Mirip dengan pepatah “A Leader could sometimes not be clear about what he is doing, but he should/must be clear on where he is going” Seorang pemimpin bisa saja dalam suatu waktu tidak tahu apa yang sedang dia lakukan, tetapi tidak boleh tidak tahu kemana dia menuju atau apa yang ingin dia capai.

Communication atau komunikasi merupakan medium terpenting dalam manajemen perubahan karena disinilah titik untuk membuat manusia berubah. Komunikasi memiliki the rule of 7 (7 Aturan), yaitu pesan yang sama harus diulan sebanyak 7 kali dengan 7 medium berbeda. Pengulangan adalah untuk membuat orang ingat dan memiliki kesadaran bahwa hal itu penting (sesuatu yang diulang2 membuat otak kita memprioritaskannya, contohnya iklan). Medium yang berbeda untuk memastikan setiap orang pada setiap saat dan dimana saja mendapatkan pesan yang sama (email, buletin organisasi, memo kepala, pembukaan rapat, kata pengantar, diskusi dsb)

Consistency adalah bagian yang penting pula dalam manajemen perubahan, karena semua usaha perubahan pasti akan berbenturan dengan sebagian massa yang skeptis terhadap perubahan. “Ah nanti paling nggak kuat si boss, atau nanti juga balik lagi”. Disinilah letak konsistensi dalam bertindak dan berbuat menjadi penting. Semua orang harus tahu bahwa ada garis merah yang setelah dilewati, tidak akan mungkin kita kembali lagi dibelakang garis merah tersebut. Ada cerita dari teman saya tentang cara orang Viking memenangkan invasi ke negara lain: Ketika viking sampai dipantai negara yang dia ingin taklukkan, biasanya disambut dengan benteng tinggi, seluruh kapal yang membawa mereka tiba, dibakar. Artinya bagi orang Viking: kita tidak akan pulang dan harus menang dalam bertarung, dan disisi lain bagi penduduk negara tersebut akan menjadi ketakukan karena berfikir “ini orang pasti tak terkalahkan karena tidak punya opsi lain selain menang atau mati akan bertarung”.

Seorang Change Leader/Agents harus menjadi orang viking ini: Tidak ada kata kembali, gunakan semua jalur komunikasi dengan pesan jelas dan jernih.